MAROS – Sidang kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw (19), mahasiswa jurusan Arsitektur di Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas) yang meninggal dunia secara tragis saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas pada Januari 2023, kembali dilanjutkan di Ruang Sidang Cakra Gedung Pengadilan Negeri (PN) Maros, Senin (08/07/2024) siang.
Sedianya pada persidangan tadi diagendakan jaksa penuntut umum Alatas, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros akan membacakan tuntutan pidananya terhadap Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir, dua mahasiswa FT Unhas yang didudukkan sebagai terdakwa dalam perkara yang menarik perhatian publik di tanah air ini. Namun karena jaksa senior itu bersama timnya belum selesai menyusun rencana tuntutannya sehingga meminta waktu selama seminggu lagi.
Sebelumnya pula, di awal persidangan majelis hakim yang dipimpin langsung Ketua PN Maros Khairul, SH, MH memberitahukan perihal adanya surat yang dilayangkan oleh kedua terdakwa. Surat yang kemudian dibacakan di depan persidangan itu berisikan pernyataan Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir yang bersedia memenuhi atau membayar biaya restitusi yang diajukan pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia (RI).
“Majelis hakim yang mulia, sesuai hasil pertemuan dengan pihak keluarga almarhum Virendy dan tim LPSK RI di ruangan PKBH (Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum) Unhas beberapa hari lalu, maka dengan ini kami menyatakan bersedia memenuhi atau membayar biaya restitusi sebesar Rp 118.040.000,- yang diajukan oleh LPSK RI,” ucap hakim Khairul ketika membaca dan mengutip pernyataan kedua terdakwa yang tertuang dalam suratnya.
Usai membacakan isi surat yang dilayangkan kedua terdakwa, hakim yang dalam waktu dekat pindah tugas sebagai Ketua PN Kediri ini kembali menanyakan apakah uang untuk pembayaran restitusi itu sudah disiapkan, apakah dalam bentuk cash atau akan ditransferkan ? Jika dana tersebut sudah diserahkan ke jaksa penuntut umum yang selanjutnya meneruskan ke panitera PN Maros untuk dititipkan di kas negara, maka majelis hakim segera membuat surat penetapannya.
“Uang pembayaran restitusi itu tidak langsung diserahkan ke keluarga almarhum Virendy. Tapi setelah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, barulah dieksekusi oleh jaksa dengan ditransferkan ke rekening orang tua korban. Namun saudara terdakwa perlu ketahui, pembayaran restitusi tidak berarti menghapuskan perbuatan pidana dalam perkara ini. Juga perlu kalian pahami bahwa restitusi berbeda dengan restoratif justice,” terang hakim kelahiran Manokwari tersebut.
Pada kesempatan ini, majelis hakim juga menyarankan kepada kedua terdakwa bersama penasehat hukumnya Ilham Prawira, SH dari PKBH Unhas untuk mempertanyakan kepada Rektor Unhas soal sanksi akademik apakah tetap berpegang kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) Unhas atau ada pengecualian bagi Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir untuk kelanjutan kuliah serta masa depannya.
Selesai memberikan saran-saran tersebut di depan persidangan yang juga didengar oleh pihak keluarga dan kerabat almarhum Virendy yakni James Wehantouw (ayah), Femmy Lotulung (ibu), Dr. Ir. Muh. Zainal Altim, ST, MT dan Drs. Khairil, majelis hakim menunda sidang sampai Senin 15 Juli 2024 untuk kembali memberi kesempatan kepada jaksa penuntut umum mempersiapkan tuntutan pidananya. (*)