Pematangsiantar – Publik siantar baru saja dihebohkan dengan keputusan Walikota dr. Susanti Dewayani, S.pa yang dinyatakan melanggar peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan pejabat teras di lingkungan Pemerintah Kota Pematangsiantar. Salah satu, pejabat dimaksud adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pematangsiantar, Junaedi A. Sitanggang.
Meski pada akhirnya, pembatalan pelantikan dimaksud berhasil diklarifikasi melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.2.6/1888/SJ, tertanggal 24 April 2024, kemudian dikuatkan dengan surat rekomendasi Komisi ASN serta surat persetujuan Penjabat (PJ) Gubernur Sumatera Utara. Dengan demikian, Walikota menjadikannya sebagai landasan hukum untuk melakukan kembali pelantikan kepada 5 (lima) orang pejabat teras yang sempat dinyatakan batal, pada tanggal 26 April 2024, salah satunya Sekda Pematangsiantar.
Menjadi menarik, Sekda Kota Pematangsiantar yang saat ini dijabat oleh Juneidi A. Sitanggang, diketahui merupakan salah seorang alumni Institu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), angkatan ke 10 dan tamat tahun 2002.
Max Weber mengatakan, kekuasaan adalah sebuah kesempatan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk memenuhi keinginan atau kehendaknya dalam hubungan sosial, walaupun harus menentang atau menghadapi kehendak orang lain.
Konsepsi pemikiran inilah, yang sangat kentara dan terasa aromanya dari “Sang Sekda” Kota Pematangsiantar saat ini, ketika memasuki detik-detik terakhir masa jabatan Walikota Pematangsiantar akan berakhir pada Oktober 2024 yang akan datang.
Bagaimana tidak. Kita sedang berada di masa kiwari dengan persoalan yang terjadi saat ini, yaitu Pemilihan Kepala Daerah (Walikota-Wakil Walikota) Pematangsiantar secara langsung. Bahwa polarisasi politik tidak saja terjadi dalam kehidupan masyarakat, tetapi hal itu sedang bergerak secara paralel dalam lingkungan ASN Pemerintah Kota Pematangsiantar.
Diduga kuat, gerakan ini dipelopori oleh “Sang Sekda”, yang kebetulan salah seorang dedengkot alumni IPDN untuk mengkonsolidasikan kekuatan para ASN yang berlatar belakang almamater IPDN, dan tidak tertutup kemungkinan akan menyisir para ASN lainnya.
Ambisi “Sang Sekda” Ini untuk mengamankan kekuasaan yang dimilikinya, apabila terjadi transisi kekuasaan pada Walikota-Wakil Walikota, maka kelompok ini memiliki nilai bargaining kuat untuk tetap dipertahankan pada pos-pos jabatan sebelumnya.
Pengelompokan-pengelompokan yang terjadi dalam tubuh ASN Pemko Pematangsiantar, sangat berdampak pada terganggunya pelayanan publik bagi masyarakat, sehingga keadaan ini menjadi sebuah alarm kuat terganggunya dinamika di tubuh ASN itu sendiri, dan yang lebih penting pelayanan kepada masyarakat.
Seharusnya Pemerintahan Kota Pematangsiantar (Walikota dan DPRD), sudah bisa mengantisipasi permasalahan ini agar tidak berdampak lebih luas. Mencairkan suasana dari pengelompokan-pengelompokan di tubuh ASN harus segera dilakukan, dan sangat beralasan pula agar diambil tindakan tegas dan terukur kepada dalang intelektual dari gerakan ini.
Ditulis oleh:
ROY YANTHO SIMANGUNSONG, S. H
Ketua Partai Prima Kota Pematangsiantar, sekaligus Pegiat Hukum