Mediasi akankah menjadi solusi yang berujung keadilan terhadap pencemaran lingkungan?

LIPUTAN 2

- Redaksi

Kamis, 17 April 2025 - 03:59 WIB

6084 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penuliis : Nita Sadina, S.T
(Aktivis Dakwah)

Pencemaran lingkungan telah menjadi masalah serius di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Permasalahan pencemaran lingkungan oleh sebuah perusahaan bukanlah hal yang tabu ditengah-tengah kita mengingat banyak sekali permasalahan yang serupa. Pada kali ini terjadi di pesisir laut Bontang Lestari dan Santan Ilir, Kecamatan Marang Kayu. Limbah cair dari proses pemurnian sawit menjadi minyak goreng dan biodiesel yang berasal dari aktivitas PT Energi Unggul Persada (EUP) diduga telah mencemari pesisir laut Bontang yang menyebabkan ratusan ikan mati.

Limbah cair dari pembuangan outlet WWTP oleh PT EUP dari hasil praktek proses pemurnian sawit menjadi minyak goreng dan biodiesel tersebut mengalir pada pesisir laut Bontang dengan aroma yang cukup menyengat, akibatnya masyarakat sekitar resah serta terganggu dengan hasil tangkapan ikan yang makin hari menjadi semakin sedikit efek dari tercemarnya pesisir laut. Hal tersebut langsung direspon oleh Polres Bontang, menurutnya mediasi dapat menjadi salah satu langkah untuk mencari kebenaran dan solusi atas tindakan pencemaran lingkungan di pesisir laut oleh limbah perusahaan tersebut. Sementara itu, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Irjen Rizal Irawan, telah menurunkan tim investigasi dan pengecekan kondisi air di pesisir laut yang tercemar akibat limbah cair tersebut. (bontangpost.id/2025/3/24).

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perwakilan aliansi nelayan Muara Badak, Nina menyebutkan pencemaran sebenarnya sudah terjadi selama satu tahun belakangan, hanya saja baru kali ini ikan yang mati sangatlah banyak. Namun, hal yang disayangkan ialah bantahan dari Humas PT. EUP, telah membantah tuduhan pencemaran limbah yang di mana pihaknya beranggapan bahwa ikan-ikan tersebut mati karena adanya faktor lain, seperti halnya terbawa arus, oksigen, bahkan sabotase. (radarbontang.com/2025/3/28).

Penyelesaian Kerusakan Lingkungan Membutuhkan Sistem Kondusif

Dengan dampak yang cukup signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, aktivitas pembuangan limbah cair ke permukaan pesisir laut tidak hanya merusak lingkungan namun juga meresahkan masyarakat yang mengandalkan laut sebagai tempat mencari nafkah bahkan kehidupan sehari-hari.

Hanya saja system kapitaliisme yang berasas pada pemisahan urusan agama dan dunia sudah menjadi system yang saat ini diterapkan di negeri kita. Sebuah system yang meniscayakan akal menjadi pemutus atas kemaslahatan manusia. Sistem yang juga menjadikan kebebasan dalam hal kkepemilikan. Seperti halnya pengelolaan sumber daya alam dan energi yang saat ini diserahkan pengelolaannya kepada swasta asing. Termasuk pengolahan kelapa sawit yang ada di wilayah Kota Bontang.

Pencemaran lingkungan yang diakibatkan dari pengolahan kelapa sawit khususnya di perairan tentu merugikan nelayan, tidak cukup mediasi dan ganti rugi. Perlu tindak tegas keadilan hukum untuk mengusut tuntas hal ini, namun saat ini seringkali masyarakat kalah dengan perusahaan padahal dampak yang diberikan sangat dirasakan oleh masyarakat sekitar. Adapun negara sebagai penyelesai masalah tampaknya lebih condong melindungi para kapitalis pemilik usaha.

Kesaksian dari masyarakat setempat mengatakan bahwa pencemaran tersebut telah berlangsung cukup lama, namun bukankah ini termasuk kasus yang cukup hangat yang ternyata telah sangat berdampak yakni kematian ikan yang banyak. Bukankah ini menggambarkan adanya pembiaran dari pihak perusahaan maupun pemerintah? Ke manakah nelayan mendapatkan keadilan jika suaranya tak segera ditindaklanjuti oleh penegak hukum.

Telah sangat jelas sebenarnya bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi hari ini bukan semata karena kurang pahamnya seseorang akan kebersihan atau terjaganya lingkungan, melainkan justru yang lebih mendominasi adalah karena kerakusan para pemilik modal. Ditambah lagi abainya penguasa dalam menjalankan tugasnya melindungi dan mengayomi rakyatnya, termasuk terkait masalah lingkungan ini.

Ini semua terjadi akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Oleh karenanya, sekalipun kehadiran berbagai pihak dalam proses mediasi dapat menjadi langkah awal untuk mengusut kasus pencemaran pesisir laut ini, hanya saja belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan kerusakan lingkungan yang sudah sedemikian rusaknya.

Penyelesaian persoalan kerusakan lingkungan ini tidak bisa bersifat individual, tetapi harus dilakukan secara sistemis. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya sistem yang kondusif yang diberlakukan oleh satu institusi yang mampu membuat kebijakan pengelolaan alam secara seimbang. Yaitu sistem Islam yang menjadikan ketundukannya hanya kepada aturan Allah sebagai standar, bukan materi atau keuntungan duniawi.

Penjagaan lingkungan dalam perspektif Islam

Islam memiliki solusi untuk setiap problem yang dihadapi manusia, termasuk masalah lingkungan. Allah Swt. telah mewajibkan kepada kita untuk merujuk pada syariat-Nya dalam memutuskan setiap masalah. Konsep umum dalam Al-Qur’an mengenai keseimbangan ekologi adalah pedoman yang harus diperhatikan oleh setiap muslim sehingga kelestarian dan keutuhan ekosistem dapat terjaga.

Untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan, tidak ada cara lain, kecuali semua pihak, baik individu muslim, masyarakat, dan negara. Negara memiliki peran yang paling penting karena khalifah atau kepala negara berfungsi sebagai raa’in (pemelihara atau pelindung) yang akan menerapkan aturan Islam secara kafah.

Hanya sistem Islam yang peduli akan kelestarian lingkungan. Tidak hanya mendukung kemajuan atau pembangunan, tetapi juga mendorong penjagaan lingkungan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Khilafah akan menetapkan kebijakan.

Di antaranya pertama, mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat dan negara yang akan mengelolanya untuk kemaslahatan rakyatnya. Hutan, air, sungai, danau, laut adalah milik rakyat secara keseluruhan.
Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Kedua, negara akan mengembalikan fungsi ekologis dan hidrologis hutan, sungai, dan danau. Fungsi hutan sebagai pengatur iklim global sehingga pemanfaatan SDA oleh manusia tidak sampai merusak dan harus dilestarikan.

Ketiga, memperketat izin pembangunan dan alih fungsi lahan. Tidak bisa dimungkiri, alih fungsi lahan tentu perlu dilakukan, tetapi harus dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran. Juga bukan semata demi kepentingan para pemilik kapital, apalagi jika harus membabat hutan-hutan primer secara ugal-ugalan. Kita paham bahwa fungsi hutan primer selaku paru-paru dunia tidak akan pernah tergantikan dengan jenis hutan yang lain.

Keempat, pengawasan terhadap izin dan operasional industri-industri swasta. Dalam hal ini, negara harus tegas memberi sanksi, bahkan menutup industri swasta yang melakukan pelanggaran merusak lingkungan. Semisal, penyedotan air tanah secara berlebihan, tingginya tingkat pencemaran limbah industri terhadap sumber-sumber air, tingginya emisi gas pabrik, dan sebagainya.

Oleh karena itu, penguasa sebagai pe-riayah(mengurus) umat akan sebisa mungkin menghindari adanya pencemaran lingkungan yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat maupun lingkungan. Andai hal tersebut terjadi, maka akan ada tindakan yang tegas oleh penguasa, karna dalam Islam penguasa adalah junnah (perisai) bagi umat. Hal ini hanya bisa terlaksana secara sempurna jika system bernegara kembali kepada aturan Islam secara menyeluruh dalam bimgkai Negara Islam atau Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahualam.

Berita Terkait

Civil-Phobia : Ketakutan Sistematis terhadap Rakyat Bergerak
Gas Melon Langka, Warga Merana

Berita Terkait

Rabu, 21 Mei 2025 - 05:30 WIB

Ranny Fahd A Rafiq Ungkap Di Balik Bayang Geopolitik Ada Ironi Dunia Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Jaminan Sosial yang Terabaikan

Selasa, 20 Mei 2025 - 01:16 WIB

Suara Wakil Rakyat: Nasir Jamil Siap Perangi Premanisme di Indonesia

Sabtu, 17 Mei 2025 - 23:28 WIB

Publik Apresiasi Terobosan Menteri Impas Agus Adrianto Mewujudkan Ketahanan Pangan Di Lapas

Jumat, 2 Mei 2025 - 22:40 WIB

Irwan Setiawan: Aparat Penegak Hukum Harus Tegas Penanganan Kasus TPPO di Wilayah Kepri

Selasa, 29 April 2025 - 21:12 WIB

Federasi Buruh Kerakyatan Sampaikan Himbauan Perayaan Mayday 2025 Aman, Damai dan Kondusif

Minggu, 27 April 2025 - 02:34 WIB

Pengamat: Prabowo Berpeluang Berduet dengan Puan untuk Hadapi Gibran di Pilpres 2029

Kamis, 24 April 2025 - 10:15 WIB

Tokoh Agama Mengajak Umat dan Masyarakat Banten, untuk Menjaga Keharmonisan Umat Islam

Rabu, 23 April 2025 - 22:08 WIB

Habib Bahar bin Smith, Berkomitmen untuk Menjaga Persatuan dan Kesatuan NKRI

Berita Terbaru

ACEH TENGGARA

Mendabe Bergerak Bersama PJ Kepala Desa Aswan Efendi

Kamis, 22 Mei 2025 - 00:12 WIB